Jumat, 10 Oktober 2008

Gaung Posdaya semakin menggelora

24 September 2007 Harian Terbit, tanggal 21 September 2007

SETELAH hadir di beberapa daerah di Pulau Jawa, gaung Posdaya (Pos Pemberdayaan Keluarga), baik yang berbasis kampus maupun berbasis masjid kian menggelora. Program yang diprakarsai Yayasan Dana Sejahtera Mandiri (Damandiri) ini semakin diyakini mampu mengangkat citra sekaligus menciptakan masyarakat mandiri.

Itu pula yang kini menggejala di Kota Pekalongan dan Kabupaten Pemalang. Setelah Wakil Ketua I Damandiri Prof DR Haryono Suyono bersama Menteri Agama HM Maftuh Basyuni mencanangkan program itu (dilakukan serentak bersama 50 masjid di seluruh Indonesia , secara simbolik di Masjid Tawazun, Pemalang, 11 Februari 2007) masjid lain di Pemalang tampaknya tak ingin ketinggalan.

Setidaknya, keinginan untuk mengembangkan program Posdaya di beberapa masjid di Pemalang disampaikan pejabat Kantor Departemen Agama Kabupaten Pemalang Dra Amiroh, M.Ag.

"Kenapa cuma Masjid Tawazun yang diberi kesempatan. Padahal selain Tawazun ada empat masjid lagi di Pemalang yang berdiri atas bantuan Yayasan Amalbhakti Muslim Pancasila (YAMP)," katanya kepada Harian Terbit saat berkunjung ke Pemalang dan Pekalongan, pekan lalu.

Ia memahami, tidak mungkin semua masjid dijadikan sebagai basis program Posdaya. Namun setidaknya, kata dia, untuk Pemalang bisa dipercayakan kepada masjid-masjid YAMP yang sangat siap untuk melaksanakan program tersebut.

Amiroh menunjuk Masjid Al-Hidayah di Jl Pemuda, Pemalang, lebih dari siap untuk melaksanakan Posdaya. Alasannya, di linkungan Al-Hidayah terdapat beberapa aktivitas masyarakat yang sudah tertata dengand baik.

Mulai dari Taman Pendidikan Al-Quran, Perguruan Tinggi Ilmu Tarbiyah, kelompok usaha tahu-tempe, industri makanan ringan anak-anak dan program pemberdayaan pedagang asongan dimana saat ini mereka sudah mengasuh 80 pedagang asongan di terminal dan perempatan lampu merah.

"Di komplek ini juga berkantor Ikatan Persaudaraan Haji, ada pengajian rutin dan pesantren kilat pada bulan Ramadhan dan berbagai kegiatan lainnya," papar Amiroh, yang ditugasi Bupati Pemalang HM Machroes SH melali Humas Pemda, Ni Wayan Asrini, SH MSi mendampingi Harian Terbit meninjau lokasi Masjid Tawazun.

Sementara itu pengurus Masjid Tawazun Ustadz Sorichi mengatakan sangat mendukung pengembangan Posdaya berbasis masjid. Namun menurut dia, menciptakan masyarakat mandiri dengan program apapun tidak semudah membalik telapak tangan.

Ia mencontohkan di lingkungan Masjid Tawazun, Pekalongan, yang tipikal masyarakatnya adalah perantau. "Mereka kebanyakan mencari kerja di Jakarta dengan meninggalkan kampung hamalan," katanya.

Menurut dia, uang saja tidak cukup untuk membangun masyarakat mandiri melainkan perlu pembinaan berkesinambungan. Ia mengatakan pada tahap pertama pengembangan Posdaya sudah dikucurkan dana Rp200 juta yang sudah habis dialokasikan untuk modal usaha, untuk para lansia, balita maupun Posyandu di 4 RW masing-masing di RT 3-4 dab RT 1-2 Desa Danasari, Pemalang.

"Yang paling dibutuhkan adalah modal usaha agar masyarakat bisa diberdayakan. Jangan cuma dikasih makanan karena sebentar juga akan habis," katanya.

Sorichi justru mengusulkan pendirian Baitulmal wattammil (BMT) cukup dengan modal Rp100 juta plus manajemen dan software. "Ini bisa dikembangkan karena masyarakat butuh dana untuk kegiatan ekonomi. Kami sudah punya tim ahlinya dari Jakarta. Di sini berkembang subur Bank Kempit alias rentenir. Nah, kalau ada yang lain, rakyat pasti menghindari rentenir yang bunganya mencekik."

Atau paling tidak, katanya, perlu modal untuk bentuk koperasi karena di lingkungan saya banyak petani minta pupuk, bibit dan peralatan pertanian, ini pasti jalan karena memang sudah ada pasarnya. "Selain itu, ini akan langsung mendukung kegiatan ekonomi rakyat secara berkesinambungan. Modal akan terus bergulir dan membantu masyarakat. Tetapi perlu ada evaluasi secara berkala, jangan dilepas begitu saja," kata Sorichi.

Sejauh ini, kegiatan Posdaya berbasis masjid di lingkungan Masjid Tawazun yang sudah dilakukan antara lain operasi bibir sumbing, pengobatan gratis, Posyandu, penyuluhan kesehatan dan pembinaan mental agama lewat pengajian. "Jadi tidak hanya sekadar ritual melainkan membawa manfaat konkret bagi masyarakat sekitar."

Di lingkungan Tawazun, ada juga sarana pendidikan yang saat ini sudah memiliki 130 murid SMP dan Aliyah angkatan pertama dengan 13 siswa, yang membutuhkan beasiswa. "Sebelumnya kami pernah membentuk Sekolah Tinggi Perbankan Syariah tapi kandas di tengah jalan, hanya berlangsung 2 tahun dan mahasiswanya terpaksa dipindahkan ke Pekalongan.

Sementara itu Posdaya berbasis kampus juga sudah dicanangkan di Pemalang dan Pekalongan. Sejauh ini, sudah ada dua SMA yakni SMAN Comal dan SMAN Randudongkal di Kabupaten Pemalang, sementara 2 SMK di Pekalongan belum ditentukan menunggu penunjukan dari Dinas Pendidikan setempat.

Ketua Lembaga Pengabdian Pada Masyarakat (LPPM) Universitas Diponegoro Wayan Sukarya mengatakan hingga saat ini sosialisasi mengenai Posdaya berbasis kampus sudah dilakukan di beberapa kabupatan dan kota di Jawa Tengah.

"Namun untuk Pemalang yang direncanakan 11 September lalu terpaksa diundur untuk sementara karena alasan teknis dari Pemda," katanya.

Selain itu, agar pelaksanaan Posdaya berjalan mulus, pihaknya kini mencoba mengumpulkan Bappeda se-provinsi Jawa Tengah agar masalah teknis di lapangan tidak terhambat. "Kami juga sudah bicarakan dengan Walikota Pekalongan maupun Bupati Pemalang beserta DPRD setempat. Ini merupakan saran dari Gubernur Jateng setelah melakukan pembicaraan dengan Pak Haryono Suyono," katanya.

Dihubungi terpisah Ketua Lembaga Pengabdian Masyarakat (LPPM) Sekolah Tinggi Ilmu Tarbiyah (STIT) Pemalang, Isa Agus Anshori membenarkan pihaknya ditunjuk sebagai pendamping untuk Posdaya berbasis kampus untuk Kabupaten Pekalongan.

"SK dari Dinas Pendidikan sudah turun yang menetapkan SMA Negeri 1 Randu Dongkal dan SMA Negeri 1 Comal dengan program pengembangan SDM melalui magang di sekolah yang lebih maju bagi guru-guru."

Sementara bagi muridnya, kata Isa, diberi kesempatan magang. Di Comal itu terkenal industri jahit menjahitnya sementara di Randu Dongkal home industry. Murid-murid yang ikut program ini diarahkan ke home industri sehingga mereka kelak siap kerja. "Mereka kita pilih dari siswa yang tidak ada rencana melanjutkan ke perguruan tinggi."

Menurut dia, selain dua SMAN tersebut, Posdaya berbasis kampus juga tengah menyiapkan 20 tenaga bidan untuk dididik menjadi tenaga profesional. "Itu saja sebenarnya tidak cukup karena di sini masih banyak siswa yang membutuhkan beasiswa," papar Isa.

Walaupun ini bukan pekerjaan mudah, Bupati Pemalang sangat mendukung kehadiran Posdaya di daerahnya. Alasannya, program ini sangat mendukung upaya Pemda untuk memberantas angka kemiskinan di Pemalang yang masih tercatat 20-30 persen.

Masjid selama ini dikenal sebagai tempat umat Islam menjalankan ibadah. Sejalan dengan perkembangan pembangunan, masjid pun menjadi tempat strategis untuk berdiskusi, berkomunikasi, merumuskan serta sentral bagi pos pemberdayaan membangun kesejahteraan masyarakat dan keluarga, khususnya yang tinggal di sekitar masjid.

Peluang ini tentu sangat baik digunakan membentuk sinergi untuk meleburkan dua kutub masyarakat kaya dan masyarakat yang kurang beruntung melalui program Posdaya berbasis masjid. Kita berharap, kelak program Posdaya bisa menciptakan masyarakat mandiri melalui masjid maupun kampus.

2 komentar:

imam subqi mengatakan...
Komentar ini telah dihapus oleh pengarang.
aswan mengatakan...

good luck for stit